Cara Meningkatkan Barang Ekspor Indonesia

Posted On // Leave a Comment
Forum komunikasi antara pelaku usaha ekspor impor dan Kementerian Perdagangan RI kali ini membawa makalah besar. Temanya adalah melipattigakan barang ekspor Indonesia dalam 5 tahun ke depan. Selain bermaksud untuk mensosialisasikan regulasi ekspor-impor terutama peraturan ekspor produk industri, pemerintah juga ingin menggali potensi produk lokal yang berorientasi ekspor khususnya di Jawa. Pengertian-nya, kajian ini bertujuan untuk membahas dinamika persoalan implementasi peraturan di lapangan serta menghimpun data dan informasi terkait strategi meningkatkan ekspor barang/produk dalam negeri.

Berdasarkan data statistik perdagangan yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa peran industri pengolahan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional menunjukkan trend yang terus menurun. Hal ini ditandai dengan kontribusi industri pengolahan terhadap pendapatan negara terus turun. Peran ekspor barang dan jasa terus turun sejak 2012 diikuti dengan laju pertumbuhannya yang juga menurun. Dapat dikatakan bahwa sektor industri belum mampu menggerakkan pertumbuhan dan daya saing ekonomi (4,9% terhadap PDB); berbeda dengan kontribusi sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang semakin meningkat (9,2% terhadap PDB).

Sampai dengan saat ini, ekspor Indonesia masih bertumpu pada produk primer (migas, komoditi dan industri primer). Namun, untuk kelangsungan sumber daya alam Indonesia, maka upaya meningkatkan ekspor harus ditempuh melalui prosedur peningkatan peran produk manufaktur. Untuk mendorong peningkatan produk manufaktur dapat ditempuh dengan cara merekrut tenaga terampil ber-keahlian khusus serta penggunaan mesin syarat teknologi tinggi pada proses produksi-nya. Contoh negara yang berhasil meningkatkan ekspor yaitu Korea (10x lipat dalam 7 tahun) dan China (3x lipat dalam 4 tahun). Korea dan China memanfaatkan General Trading Company dan Global Network. Pemerintah Korea juga mengeluarkan kebijakan pembatasan impor, memberikan stimulus kepada industri manufaktur, industri berat, dan industri kimia serta melakukan research and development product.

Salah satu strategi ekspor yaitu melalui pendekatan produk. Sebagian besar ekspor Indonesia masih didominasi produk primer sebesar 63% se-nilai USD 114,7 miliar; produk manufaktur baru 37% atau senilai USD 67,8 miliar. Sedangkan pasar dunia sudah meninggalkan Indonesia dengan menciptakan trend ekspor manufaktur 67% dan ekspor primer 33%; hal ini sejalan dengan komitmen dunia untuk melindungi sumber-sumber daya alam hayati yang tak terbarukan. Oleh karena itu, untuk meningkatkan pangsa di pasar dunia, Indonesia harus mendorong ekspor ke arah produk manufaktur yang menjadi permintaan utama dunia.

Dalam rangka meningkatkan nilai ekspor, manajemen pemenuhan bahan baku pada proses produksi juga harus dilakukan. Jangan sampai bahan baku yang diperoleh dari impor lebih besar daripada produk/barang jadi yang di ekspor. Contohnya produk kayu, kertas, dan mebel; berdasarkan data BPS 2013, impor bahan baku untuk proses produksi 40% dan barang jadi (output) yang di ekspor 90%. Berbeda dengan bahan baku impor otomotif dan makanan olahan yang mencapai 70% dengan ekspor barang jadi masih 10%. Pada akhir tahun 2014, ekspor Indonesia masih didominasi oleh batubara sedangkan ekspor produk kayu di urutan 4 nasional.

Sebenarnya, potensi produk unggulan di Jawa ber-macam jenis. Namun jumlah ekspor terbesar terdapat pada mebel/furniture, batik, kerajinan tangan, dan makanan olahan. Berdasarkan data BPS, perkembangan nilai ekspor non migas di Jawa mampu tumbuh rata-rata 13,35% setiap tahun. Komoditi utama ekspor-nya yaitu tekstil dan produk tekstil, kayu olahan, mebel/wood furniture, dan komponen elektronik. Sedangkan negara utama tujuan ekspor yaitu Amerika, China, Jepang, Jerman, Turki, dan Korea Selatan.

Untuk menghadapi pasar bebas Asean (MEA), Kemendag telah melakukan kajian tentang produk yang akan menjadi permintaan utama dunia. Hasil kajian menyebutkan bahwa makanan olahan merupakan produk yang akan menjadi permintaan utama untuk mereka impor. Selain itu, Kemendag berusaha untuk mempertahankan sekaligus meningkatkan pasar Produk Ekspor Indonesia yang telah dibangun, mengembangkan market intelligence (perwakilan perdagangan atau atase) di semua negara, memfasilitasi pameran dan Indonesian Trade Promotion Center (ITPC), meningkatkan research dan development untuk meningkatkan daya saing produk, mengajak perbankan untuk mendukung pertumbuhan ekspor industri pengolahan, mengubah mindset pelaku usaha untuk inovatif menggunakan sedikit bahan baku impor dan kreatif memanfaatkan bahan baku lokal, mendukung terjaminnya pasokan bahan baku yang legal, serta mempermudah dan menyederhanakan prosedur/perizinan ekspor.

Masalah yang sering dilontarkan khususnya pelaku usaha kayu yaitu terkait dengan implementasi Timber Certification di industri. Para pelaku industri kayu olahan dan asosiasi mebel/wood furniture merasa dipersulit melakukan ekspor dengan diberlakukannya aturan mandatory sertifikasi pada produk kehutanan. Imbasnya juga dirasakan oleh para suplayer dan pengrajin dengan modal kecil karena setiap tahun ada Biaya SVLK lagi atau Surveillance yang diminta oleh Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu (LVLK). Penggunaan Deklarasi Ekspor oleh pemegang ETPIC tidak mampu menolong karena penggunaannya dibatasi dan berlaku paling lama sampai dengan 31 Desember 2015. Harapannya adalah meminta pemerintah agar membantu pengurusan izin usaha bagi suplayer dan pengrajin sebagai syarat mengurus sertifikat legalitas kayu. Selain itu diminta agar SVLK diurus secara voluntary.

Kemendag menyampaikan bahwa SVLK sudah bukan menjadi produk aturan salah satu kementerian (Kemenhut/KemenLHK/KLHK) lagi. SVLK sudah menjadi brand standar mutu produk kehutanan Indonesia yang memiliki fungsi untuk mencegah illegal logging sekaligus melindungi pasar ekspor kayu Indonesia dari illegal trading. Namun jika masih ada kendala di lapangan terkait pelaksanaan peraturan ekspor impor dalam Permendag-nya, para pelaku usaha dapat melakukan komunikasi/diskusi ke tingkat pusat pada 3 kementerian yaitu: Kementerian Perdagangan RI, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian Perindustrian.

Sumber: Kemendag, BPS.

0 komentar:



Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...